Saat sebuah pohin telah berbuah lalu buahnya jatuh ke bumi
Lalu bersemi menjadi tumbuhan baru
Maka saat itu pula ia bukan lah lagi buah
Bukan lah buah yang harus terus mengharap nutrisi dan makanan dari inagnya
Karena iq telah menjadi tumbuhan baru
Yang sudah selayaknya menghasilkan makanan sendiri dan kelak pun ia akan menghasil kan buah kembali dan tumbuhan baru pula
Dan ketika tangan tangan jahil merusak atau memtik daunnya
Ia bahkan tidak bisa berontak
Tapi inangnya tempat ia berasal pun tak lagi berdaya
Adakalanya harus menerima perlakuan yang akan menerpa
Tanpa berputus asa,
Melainkan tetap berjuang dan mempertahankan agar tetap kokoh dan tegar
Begitu pula dengan ayam yang telah menetaskan telur telurnya
Dan melahitkan ayam kecil ke dunia
Mungkin ayam kecil itu bertanya, siapa ayahnya ??? Ya mungkin saja
Teteapi siapapun ayahnya justru ia bagai tak perduli
Bukan berarti ia tidak butuh
Tetapi karena ia terlahir dan tercipta dengan takdir yang demikian
Lalu haruskah seorang anak manusia yang terlahir jauh lebih sempurna
Hatus menyerah dan pasrah dengan peliknya lika liku dunia ????
Tanyakan kembali pada hati
Cari Blog Ini
Selasa, 18 Agustus 2015
Sabtu, 16 Mei 2015
fahamilah
mungkin hati tak bisa berdusta meski ribuan rangkai cerita sudah tercipta
karena rasa akan terus bersemayam membalut jiwa walau dengan luka dan air mata
tak perlu berlu berlian juga permata unyuk menghadirkan setetes cinta
hanya dengan tatapan mata beserta ketulusan jiwa
makan jiwa akan merasa indahnya finta tentramnya hati yang terus bergelora
sebatang pohon tak perlu sekarung pupuk untuk menjadikan nya pohon yang kokoh dan kuat
air dan cahaya sudah cukup untuk membantu ia berjuang
begitu pula hadirmu dalam duniaku
tak perlu kau suguhkan bermacam mutiara
untuk menghadirkan cinta diantara kita
bahkan keraguan mu pun mampu memupuk rasa
terlebih Lagi cinta yang kau beri
kau membuka mataku bahwa perjuangan tak akan menodai pencapaian
kau mengajarkan ku bahwa kesabaran akan mengjasilkan keindahan
Masihlahbkau bertanya akan hadirnya rasa ???
Kau bukan segalanya tapi kau mampu menjelma menjadi segala apa yang seharusnya
Kau bukan segalanya tapi kau mampu menjelma menjadi segala apa yang seharusnya
Rabu, 13 Mei 2015
…
Biarkan dingin memeluk erat tubuhku
Mengarungi pekatnya dan gelapnya malam
Membawa diri mengambang dan menerawang
Jauh ke angkasa yang penuh kehampaan
Mungkin mereka berkata bahwa aku makhluk tak berguna yang bertindak sia sia
Tapi hatiku berkata tidak
Ya mungkin prasaan ini terlalu tipis seperti kulit ari
Yang akan terkuak lebar jika tergores sedikit saja
Tapi sayang mereka yang tak mengerti
Akan indah nya singga sana di hati ini
Jika saja mereka mengerti
Tak kan mungkin melangkah pergi
Mungkin jiwa ini terbalut kabut terlalu tebal
Hingga tak dapat di pandang
Namun jika kesungguhan itu nyata
Makan perjuangan akan menembus segalanya
Mengarungi pekatnya dan gelapnya malam
Membawa diri mengambang dan menerawang
Jauh ke angkasa yang penuh kehampaan
Mungkin mereka berkata bahwa aku makhluk tak berguna yang bertindak sia sia
Tapi hatiku berkata tidak
Ya mungkin prasaan ini terlalu tipis seperti kulit ari
Yang akan terkuak lebar jika tergores sedikit saja
Tapi sayang mereka yang tak mengerti
Akan indah nya singga sana di hati ini
Jika saja mereka mengerti
Tak kan mungkin melangkah pergi
Mungkin jiwa ini terbalut kabut terlalu tebal
Hingga tak dapat di pandang
Namun jika kesungguhan itu nyata
Makan perjuangan akan menembus segalanya
Minggu, 14 Desember 2014
Runtuh
Bila ku kayuh terus dayung sampan ini sampaikan nanti daku tak berdaya lagi
Mungkin ia tak kan berlabuh jua dipelabuhan harapan itu
Lemah sudah terasa lengan ini berjuang melawan kerasnya deburan ombak yang terus menerpa
Sedangka pelabuhan yang kian tua dan rapuh hampir runtuh
Berharap pun tidak lagi berani menatap luasnya samudra ini yang masih panjang bila harus ku arungi
Biarlah kini angin yang berhembus membawaku menepi yang entah kemana pun itu
Habis sudah harapan gelap sudah cahaya impian
Bukan diri tak lagi ingin berjuang bahkan karena diri terus berjuang dan ingin segera berlabuh
Hingga sampan ini ku serahkan kepada angin yang berhembus
Jika ternyata tak kunjung berlabuh
ku hanya berdo'a semoga pelabuhan itu tak akan segera runtuh
Saat ku raih kembali tenaga ini akan ku teruskan perjuangan ini
Runtuh pun pelabuhan itu aku tetap ingin bertemu walau hanya dengan sisa - sisa keping reruntuhannya
Mungkin ia tak kan berlabuh jua dipelabuhan harapan itu
Lemah sudah terasa lengan ini berjuang melawan kerasnya deburan ombak yang terus menerpa
Sedangka pelabuhan yang kian tua dan rapuh hampir runtuh
Berharap pun tidak lagi berani menatap luasnya samudra ini yang masih panjang bila harus ku arungi
Biarlah kini angin yang berhembus membawaku menepi yang entah kemana pun itu
Habis sudah harapan gelap sudah cahaya impian
Bukan diri tak lagi ingin berjuang bahkan karena diri terus berjuang dan ingin segera berlabuh
Hingga sampan ini ku serahkan kepada angin yang berhembus
Jika ternyata tak kunjung berlabuh
ku hanya berdo'a semoga pelabuhan itu tak akan segera runtuh
Saat ku raih kembali tenaga ini akan ku teruskan perjuangan ini
Runtuh pun pelabuhan itu aku tetap ingin bertemu walau hanya dengan sisa - sisa keping reruntuhannya
Jumat, 14 Februari 2014
Catan Usang
aku hanyalah sebatang kayu yang pada awalnya aku kokoh dan tegar
namun hantaman demi hantaman badai terpaan demi terpaan angin yang terus menerpa
rintik-rintik tetesan air mata langit yang membasahiku membuat aku menjadi lemah rapuh dan hancur
engkau memang rembulan dalam hidupku dimana rembulan hanya ada satu
namun kau terkaang melupakan bahwa bintang itu ribuan
engkau telah memilih agar aku meninggalkan ribuan bintang itu dan aku menyanggupi dengan impian cahayamulah yang akan menggantikan mereka
namun akita terlalu naif dan terlalu percaya diri karena pada nyata ribuan bintang itu terlalu indah untuk digantikan dengan satu rembulan
tapi aku telah menaruh keyakinan dan aku pun berusaha juga bertahan
namun aku lemah tidak dapat berdiri sendiri
aku bukanlah batu karang disana yang mampu menahan debur ombak yang terus menghempas
aku juga bukan batu pegunungan itu yang kuat menahan kikisan air yang terus menetesinya
aku hanyalah serpihan debu yang tak mampu menahan hembusan angin
aku butuh sosok yang melindungiku agar tak terbang terhembus angin
aku juga tak mampu menahan kobaran api aku akan segera hancur dan lenyap bila tersentuh api
seperti sebatang kayu yang dilemparkan kedalam kobaran api dalam hitungan detik akan musnah termakan api... begitu pula aku
tak sanggup menahan lara dan duka yang kian membakar jiwa...
sering kali daku merasa menjadi manusia terbodoh
mereka yang mencntaiku dengan ketulusan dan kebaikan
justru ku biarkan pergi dengan segenggam luka sebungkus duka setetes air mata dan segumpal kecewa
sedangkan aku justru mempertahankan yang tak pernah memalingkan wajahnya terhadap wajahku
mempertahankan yang justru menyerahkan hatinya kepada yang lain
mempertahankan yang tidak mempertahankanku
mempertahankan yang malah sengaja menggores luka agar aku lenyap dan menghilang
mempertahankan yang justru ingin melepaskan
bahkan ketika cucuran luka berderai di rona wajah ini justru ia malah menyunggingkan sudut bibirnya
menghasilkan senyum dengan sejuta makna dan bahagia
dimana aku terjatuh dan terperosok
melepaskan jati diri demi mencari sebuah simpati
menggeser martabat dan harga diri demi mendapat sebuah penghargaan yang justru di dapat hanyalah pengabaian
memilih bertahan dengan segala rasa kesalahan
namun aku... aku yang bodoh ini masih mampu bertahan dengan kebodohan ini
andaikan nanti aku pun mati dengan hati yang dipenuhi duri
ku harap duri itu yang akan menerangi ku didalam gelapnya kubur
namun mungkinkah abu menjadi kayu kembali ?????????
Sabtu, 18 Januari 2014
Renta
Kulit ini sudah terlalu tipis untuk menahan dinginnya deru angin di luar sana
Tak lagi berlapiskan lemak yang dapat menghangatkannya
Dan wajah ini juga merindukan sebuah wajah yang dihiasi dengan keceriaan
terkadang tak lagi ku kenali diri ini yang seolah telah menjelma
sebuah pribadi yang tidak mengenal air mata dan tak perduli dengan kesedihan
mengapa kini ia justru memelihara semua itu ???
dan tangan itu.... tangan itu tak lagi pernah menyeka air mata itu
dan tangan itu.... tangan itu tak lagi mengulurkan ketentraman
dan tangan itu.... tangan itu tak lagi membelai dengan kelembutan
lantas kemana perginya ketentraman itu ???
kemana hilangnya ???
mungkinkah ia telah lelah dan kini tak lagi berdaya ?
atau mungkinkah tangan itu telah menjelma ?
sama halnya dengan pribadi yang kini tak lagi ku kenali...
tubuh ini semakin renta akan hantaman udara di luar sana
bagaimana mungkin ia juga mampu menahan badai yang kau ciptakan ?
namun mengapa diantara kita gemar sekali menciptakan badai
yang kita berdua tak sanggup menahannya
bilapun tubuh ini dipaksa
hanya air mata yang bergelimang darinya
sedangkan ia tak lagi berdaya karena ia terlalu renta
Kamis, 16 Januari 2014
Ungkapan
Menjerit sekali rasanya hati ini menjerit se kuat yang ia mampu
Menahan hantaman yang begitu perih menyiksa
Masih terekam dengan sangat jelas kala dimana tangan lembut dan halus itu membelai wajah ini dengan penuh kasih sayang
Masih terang bayang-bayang masa dimana tangan yang lembut dan halus itu menyeka air mata yang mengalir di pipi ini
Bahkan masih ku rasakan saat tangan itu menarik ku untuk bangkit menghadapi dunia yang fana ini
Sadar dan tidak sadar kini semua telah berubah dan menjelma
Andaikan kaktus tidak berduri mungkin aku ingin memeluknya
Andaikan tangan itu tidak menjelma menyerupai kaktus tidak akan mungkin ia mampu mneusuk hati ini hingga pilu sekali rasanya
Jika saja bebatuan itu tidak runcing dan tidak kasar mungkin kaki ini tidak akan memilih menghindarinya
Begitu pula jika tangan itu tidak kasar manalah mungkin ia menyisakan memar
Dan pabila kulit buluh itu tidak lah tajam begitu eloknya bila ia dijadikan kerajinan
dan pabila tangan itu pun tidak setajam sembilu tak kan ia menyisakan luka
Bila saja langit dapat memilih tidak akan ia menghujani kita yang sedang bertamasya
ketika langkah kaki tak lagi seirama maka takkan mungkin mencapai finish bersama
saat kita sudah tidak sejalur manalah mungkin dapat menempuh perjalanan bersama
dan pada akhirnya ketika sampai pada titik tujuan
kita tidak lagi berbimbing tangan
Langganan:
Postingan (Atom)